BANJARNEGARA,  Tim Kuliah Kerja Nyata Pemberdayaan Masyarakat oleh Mahasiswa (KKN PMM) Universitas Jenderal Soedirman dan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto sebagai kluster, mendorong masyarakat Desa Luwung, Kecamatan Rakit, Banjarnegara untuk membudidayakan maggot.

Ketua Pelaksana Kuliah Kerja Nyata Pemberdayaan Masyarakat oleh Mahasiswa (KKN PMM), sekaligus Dosen Pembimbing Lapangan Ari Asnani Phd mengatakan, budidaya maggot ini dilakukan dengan cara memanfaatkan pengolahan sampah organik, terutama dari sampah rumah tangga maupun pengolahan ikan dan produksi lainnya.

Hal itu sesuai dengan tema program KKN Tematik yang berasal dari hibah Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) yaitu Aplikasi Green Chemistry (Kimia Hijau) berbasis Reduce, Recycle and Reuse (3R).

“Kami terapkan prinsip daur ulang sampah organik yang diubah sebagai media pertumbuhan magot agar bisa digunakan kembali,” katanya, Sabtu 20 Juli 2024.

Dia menjelaskan, sebagai langkah awal, pihaknya memfasilitasi pelatihan budidaya maggot kepada warga setempat secara bertahap, mulai dari edukasi pembudidayaan dan dilanjutkan dengan praktek.

Praktek ini meliputi penetasan telur magot, membesarkan dari bayi larva hingga bisa dipanen serta menghasilkan lalat dari pupa.

“Siklus dari lalat, telur, baby maggot, dan lalat. Maggot yang dihasilkan ini sebagian akan dijual dalam bentuk larva dan sebagian dijadikan lalat yang akan menghasilkan telur kembali,” jelasnya.

Selain pelatihan budidaya tersebut, Tim KKN PMM bersama warga juga membuat rumah magot dan rumah lalat sehingga siklus hidup budidaya magot ini tetap bisa berjalan.

“Dari pelatihan ini harapannya warga dapat mengolah sampah organik dengan prinsip ramah lingkungan. Sampah itu digunakan kembali untuk budidaya maggot. Selain itu, jika ini (budidaya) terus berjalan maka Desa Luwung jadi percontohan pengelolaan magot di Banjarnegara,” kata dia.

Staf UPKP Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Umar Mukhlis menjelaskan, budidaya maggot memiliki sejumlah keuntungan di antaranya dapat mengurangi biaya pakan ternak utamanya ikan sehingga dapat membangun ketahanan pakan.

Selain itu, maggot juga sangat cepat mengurai sampah organik sehingga dapat mengatasi persoalan limbah rumah tangga.

Secara teknis tahapan budidaya magot ini dimulai dari penetasan telor. Selanjutnya fase baby maggot yang dapat dipanen setelah berusia 15 hari.

Bibit yang disisakan dalam waktu satu bulan akan menjadi lalat dan dapat bertelur lagi.

“Untuk biaya pembuatan kandang lalat mencapai Rp 300 ribu. Namun untuk kandang pembesaran maggot harus permanen karena tempatnya harus terlindung dari hujan dan panas,” katanya usai memberikan materi pelatihan kepada warga.

Menurutnya, apabila siklus maggot bisa berjalan secara kontinyu dan lancar maka dapat menutupi seluruh biaya operasional bahkan pembudidaya bisa meraup laba.

Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi budidaya larva ini sangat banyak. Mulai dari telur, larva magot, hingga kasgot (bekas media hidup maggot) yang juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

“Magot bisa ditepung dan dibuat jadi pelet. (Di pasaran) Telur magot di kisaran harga Rp 2.500 per gram. Magot basah Rp 5.000 per kilogram dan yang sudah menjadi tepung Rp 70 ribu per kg. Kalau kasgot sekitar Rp 2.000 per kg,” kata Umar.

Sementara itu, Kepala Desa Luwung, Yulia Minarsih menuturkan, sebagian besar warga di desa tersebut bermata pencaharian sebagai petani dan pembudidaya ikan.

“Mahalnya harga pelet (pakan) ikan, kalau dihitung antara pengeluaran antara pemasukan dari penjualan ikan, pembudidaya ikan di saat ini labanya kurang menjanjikan. Maka kami berpikir untuk mencari alternatif dan tertarik dengan pelatihan budidaya magot,” tuturnya.

Dia mengatakan, sebanyak 24 pembudidaya ikan terlibat dalam pelatihan budidaya magot bersama Tim KKN PMM kali ini.

Yulia berharap, dari hasil budidaya magot ini maka dapat menekan biaya operasional serta mensejahterakan peternak ikan.

Manfaat lainnya yaitu adalah pengelolaan sampah di Desa Luwung semakin tertata rapi.

“Pembudidaya ikan sudah paham tidak hanya dalam bentuk magot yang utuh, tapi bisa dijadikan pelet. Ini sesuai harapan saya yang ingin menjadikan Luwung sebagai sentra pembuatan pelet berbahan dasaar maggot,” katanya.

Salah satu peserta, Eko Sudiarno (50) mengaku tertarik mengikuti pelatihan karena ingin belajar dan memperoleh manfaaat dari budidaya magot salah satunya adalah mencari solusi dan inovasi alternatif pakan ikan yang biayanya lebih hemat.

“Harapannya pelatihan ini bisa dipraktekkan sehari-hari, meningkatkan pendapatan ekonomi, mengurangi biaya operasional peternak ikan, bisa memproduksi pelet dengan bahan alami dengan harga yang lebih terjangkau. Selain itu limbah magot ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman,” katanya. ***

Sumber : https://banyumas.suaramerdeka.com/

#unsoedmajuterus

#merdekamajumendunia

By Indra K