Kolaborasi LPPM Unsoed, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman – Organisasi Riset Kesehatan – BRIN Kaji Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Otitis Media Akut (OMA) pada anak” usia >1-12 Tahun di Kecamatan Batur.
BANJARNEGARA – Tim peneliti LPPM Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Pusat Riset Biologi Molekular Eijkman, Organisasi Riset Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan Sosialisasi dan Lokakarya Penelitian Fundamental Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRTPM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Tahun 2023 di Aula Kecamatan Batur, Sabtu 23 September 2023.
Kolaborasi penelitian ini difokuskan untuk menggali data terkait penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan salah satu bentuk komplikasinya yaitu Otitis Media Akut (OMA) pada anak usia >1-12 tahun. Sampel tes usap nasofaring (tenggorokan) yang didapat akan diuji di laboratorium untuk diidentifikasi genomik virus dan bakteri patogen etiologi ISPA dan OMA.
Berdasarkan laporan awal yang diterima, penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di wilayah Kecamatan Batur, Banjarnegara, mengalami peningkatan. Dari hasil temuan Puskesmas Batur 1 melaporkan sebanyak 1.267 anak usia 0-5 tahun suspek ISPA pada bulan Agustus 2023. Sementara di Puskesmas Batur 2, kasus yang ditemukan diperkirakan hanya sepertiga dari Puskesmas Batur 1.
Anggota Tim Peneliti LPPM UNSOED dari Fakultas Kedokteran Unsoed*, Dr dr Anton Budhi Darmawan, MKes, Sp THT KL (K) mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membidik masalah ini karena ISPA menjadi penyebab penyakit pneumonia (radang akut pada paru) pada balita. Selain itu juga muncul penyakit lain seperti amandel, radang tenggorokan, sinusitis dan lainnya.
“OMA adalah salah satu komplikasi dari ISPA. Kami fokus untuk mengkaji pada anak (usia >1-12 tahun) karena anatomi saluran yang menghubungkan hidung, tenggorokan dan telinga itu lebih pendek, lebar dan mendatar. Sehingga anak lebih mudah mengalami komplikasi ISPA,” jelas dosen Fak Kedokteran Unsoed dan dokter spesialis THT RSUD Prof Dr Margono Soekardjo Purwokerto ini.
Dia mengatakan, para peneliti Unsoed memiliki kepedulian khusus terhadap penyakit ini. Pasalnya, untuk penanganan seringkali terjadi penggunaan antiobiotik secara berlebihan. Padahal penyebab penyakit ini adalah virus, bukan bakteri. Beberapa virus yang dapat ditemukan diantaranya adalah Rhinovirus (dominan), Respiratory Sincytial Virus (RSV), maupun Boccavirus.
Artinya, bila anak anak terus menerus diberikan antibiotik secara berlebihan maka, tubuhnya akan resisten. Resistensi tubuh anak ini tentu ke depannya dapat mengakibatkan pengobatan menjadi lebih mahal.
“Di Batur ini, karena dataran tinggi, saluran tuba telinga tengah itu membukanya lebih sulit atau fungsinya tidak berjalan semestinya. Kemungkinan anak untuk menderita OMA lebih tinggi. Saluran itu punya tiga fungsi, sebagai penyeimbang tekanan, proteksi kuman dari rongga hidung dan tenggorok tidak masuk ke telinga tengah dan mengalirkan cairan dari telinga tengah ke tenggorokan,” katanya.
Staf peneliti Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman – BRIN, Yustinus Maladan, menjelaskan, penyebab ISPA, OMA dan pneumonia adalah salah satunya bakteri Streptococcus pneumoniae. Kemenkes sudah berupaya mencegah dengan menggunakan vaksin PCV 13.
“Untuk vaksin ini, hanya bisa mengcover 13 jenis bakteri penyebab pneumonia (serotipe). Untuk memastikan vaksin itu efektif maka kami perlu mengetahui serotipenya yang diatur dari DNA Streptoccocus itu. Dengan pendekatan whole genome sequencing maka bisa dipastikan vaksin itu bisa bekerja atau tidak. Itu perlu dikontrol terus dan dipelajari terus,” ujarnya.
Dia mengatakan, selama kurun waktu tiga bulan riset ini, pihaknya menargetkan akan mendapatkan 400 sampel specimen dari anak-anak dengan ISPA atau OMA, serta anak sehat dari tes usap tenggorokan. Selanjutnya diperiksa di Laboratorium Molekular dan Genomik untuk mendiagnosa temuan virus dan bakteri yg spesifik, kemudian diekstrak dan diidentifikasi urutan DNA/RNA uniknya dengan metode Whole Genome Sequencing.
“Jangka panjangnya hasil.pemeriksaan genomik ini untuk pengujian efektivitas vaksin dan pembuatan vaksin baru yang sesuai dengan karakteristik genom manusia Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Peneliti LPPM Unsoed, Dr Daniel Joko Wahyono MBiomed, Dosen Fakultas Biologi UNSOED* mengatakan, penelitian ini bertujuan memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang tepat bagi penanganan penyakit ISPA dan OMA secara akurat. Riset ini masih terkait dengan Riset dari Pusat Riset Biologi Molekular Eigkman, BRIN yang dilakukan di tiga pulau di Indonesia.
“Riset tim LPPM Unsoed yang terdiri dari dosen Fakultas Biologi dan Fakultas Kedokteran dan BRIN ini akan menjadi database pemerintah nasional, daerah dan menjadi masukan kepada masyarakat untuk pencegahan penyakit ISPA dan OMA*,” katanya.
Camat Batur, Aji Piluroso mengatakan, selain ISPA dan OMA, pihaknya berharap pemerintah maupun para peneliti mengkaji persoalan stunting yang masih tinggi. Di Kecamatan Batur sejauh ini angka prevalensinya mencapai 24 persen dan 26 persen.
“Secara nasional prevalensinya 14 persen. Ini (penurunan angka stunting) masih menjadi pekerjaan bersama,” kata dia.